Jumat, 06 Januari 2012
AKHLAK
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Secara sederhana Akhlak Islami dapat di artikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran islam atau akhlak yang bersifat Islami. kata Islam yang berada di belakang akhlak menepati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya didasarkan pada ajaran Islam.
Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlakyang disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal. Menghormati orang tua dalah akhlak yang bersifat mutlak atau universal. Sedangkan bagaimana caranya dapat dimanifestaskan oleh hasil pemikiran manusia yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi.
Induk Akhlak Islami adalah hal-hal apa saja yang menjelaskan au menjadi faktordari sebuah akhlak Islami itu. Baik dari cara perbuatan manusia, berfikir serta mengendalikan nafsunya.
Dalam pemikiran secara umum Induk Akhlak Islami terdiri dari dua bagian yaitu Akhlak terpuji dan akhlak tercela. Dimana semua itu ditentukan dengan perbuatan manusia bagaimana cara melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran islam yang disebut akhlak terpuji dan bila menyimpang disebut akhlak tercela.
2. Rumusan masalah
Dari uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu ;
a. Pengertian dan ruang lingkup akhlak serta perbedaannya dengan moral dan etika.
b. Akhlak terhadap Allah, manusia dan lingkungan hidupnya.
3. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu ;
a. Untuk mengetahui tentang pengertian akhlak, perbedaanya dengan moral dan etika, serta mengetahui tentang akhlak kepada Allah, manusia, dan lingkungan hidup.
b. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan ruang lingkup akhlak serta perbedaannya dengan moral dan etika.
1. Pengertian dan ruang lingkup akhlak.
Akhlak adalah karakter (pembawaan, perangai) dan tabiat. Akhlak sebagaimana dikatakan ahlul ‘ilmi adalah bentuk batin manusia. Karena manusia mempunyai dua bentuk:
1. Bentuk lahir, yaitu bentuk ciptaannya yang Allah menjadikan badan pada bentuk itu. Dan bentuk lahir ini ada yang indah bagus, dan ada yang buruk jelek, dan ada yang di antara itu.
2. dan bentuk bathin, yaitu keadaan jiwa yang kokoh (tertancap kuat), yang muncul darinya [perbuatan-perbuatan yang bagus atau yang jelek, tanpa butuh kepada pemikiran dan pertimbangan. Bentuk bathin ini juga ada yang bagus, jika yang muncul darinya adalah] akhlak yang bagus, dan ada yang jelek jika yang muncul darinya adalah akhlak yang jelek. Inilah yang disebut dengan akhlak. Jadi akhlak adalah bentuk bathin yang manusia diperangaikan pada bentuk itu.
Wajib atas seorang muslim untuk berakhlak dengan akhlak-akhlak yang mulia, yaitu yang baiknya. Yang mulia dari segala sesuatu adalah yang baik darinya sesuai dengan sesuatu itu. Di antaranya sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Mu’adz:
((إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ))
“Hati-hati kamu dari harta-harta mereka yang karim (yang mulia, berharga).”
Ketika beliau mengutusnya untuk mengambil zakat dari penduduk Al-Yaman.
Hendaknya seorang manusia jiwanya mulia, sehingga dia menyukai kedermawanan, keberanian, al-hilm (mengendalikan diri ketika marah*), sabar, dan dia menemui manusia dengan wajah yang berseri-seri, dada yang lapang, dan jiwa yang tenang. Semua pekerti ini termasuk akhlak yang mulia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
((أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً))
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Shahih. HR. Abu Dawud 4682 dan At-Tirmidzi 1162, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ 1230, 1232)
Maka sepantasnya hadits ini selalu berada di hadapan seorang mukmin. Karena manusia jika mengetahui bahwa tidak akan menjadi orang yang sempurna imannya kecuali jika baik akhlaknya, maka itu menjadi pendorong untuk berusaha berakhlak dengan akhlak-akhlak yang baik dan sifat-sifat yang luhur, serta meninggalkan yang jelek dan buruk.
2. Perbedaan akhlak, moral dan etika.
A. Akhlak
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.
B. Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia.
Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
C. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
B. Akhlak terhadap Allah, manusia dan lingkungan hidup.
1. Akhlak terhadap Allah.
Dapat diuraikan sebagai berikut ;
a.Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
b.Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c.Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
d.Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e.Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah
2. Akhlak terhadap manusia.
“ dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”(Q.S Al-Baqarah : 188)
Uraian :
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa salah satu akhlak kepada sesama manusia yakni larangan mengambil hak orang lain secara batil. Dalam buku Tafsir Fil Zhilail Quran karya Sayyid Quthb ditulis bahwa ibnu katsir meriwatakan ayat tersebut sebagai berikut. Ali bin abu thalib dan ibnu abbas berkata, “hal ini berkenaan dengan seseorang yang mengangung suatu harta, tetapi tidak ada alat bukti, lalu ia berusaha mengelak dan membawanya kepada hakim, padal dia tahu bahwa dia yang harus bertangung jawab da dia tahu tahu pula dialah yang berdosa karena memakan harta yang haram(karena bukan haknya)”. Bahwa seseorang dilarang mengambil hak orang lain secara batil, yakni dengan cara berdusta. Ia mengetahui bahwa ialah yang sesungguhnya bersalah/bertangung jawab namun ia tetap mempertahankan argumentasinya agar apa yang ia lakukan mendapat pelegalan, salah satunya dengan membawanya kepengadilan padalah ia tahu sesungguhnya ialah yang bersalah. Dan untuk memenangkan perkara tersebuat ia berusaha melakukan kebohongan-kebohongan agar ia dapat memenangkan perkara tersebut.
Jika dicerna lebih luas maka dalam ayat tersebut juga berisi larangan berbohonh dalam memberikan kesaksianlarangan terhadap mengubah atau merekayasa sebuah persidangan. Sepertin yang diriwayatkan dari mujahid, sa’id binjubair, ikhram, al-Hasan, Qatadah, as-Sudi, Muqatil bin hayyan, dan abdur rahman bin zaid bin aslam mereka berkatadan dikutil oleh sayyid qubhb dalam bukunya Tafsir Fil Zhilail Quran mereka mengatakan “jalanganlah kamu berperkara (kepengadilan) padahal kamu tahu bahwa kamulah yang zalim” .Banyak kemudian kita temukan pesoalan-persolan tersebut. Sebagai contoh pada persidangan gayus pada tanggal 29 desember 2010. Saat itu seorang saksi memberikan kesaksian. Dari situ terkuak bahwa BAP yang ia tandatangani tidak berasal dari dirinya melainkan telah penyidik tuliskan dan sang saksi hanya tinggal menandatanganinya. Albertina selaku hakim ketua dalam persidangan tersebut bertanya apakah saknsi yang merupakan petinggi BCA mengecek terlebih dahulu BAP yang dibawa oleh penyidik tersebut sebelum memandatanganinya,
saksi mengatakan bahwa ia tidak mengeceknya terlebih dahulu alasanya karena ia takut dengan penyidik yang mangatakan bahwa jika ia tidak menadatanganinya ia berarti tidak membatu dalam menyelesaikan persoalan gayus tersebut. Dari fakta tersebut seolah-olah penyidik memaksakan sebuah permasalahan padahal belum lengkap bukti-buktinya.
Dari penuturan kejadian tersebut tenyata banyak personal-persoaln yang dipaksakan. Masih banyak sekali persoaln-persoalan yang sesunguhnya merupakan sadiwara seseorang yang memutar balikan fakta dan seolah ialah yang benar padahal sejujurnya ia tahu bahwa ia yang zalim. Dalam sebuah wawanca di TV One, Chandra M Hamzah berkata “lebih baik membebaskan seseorang yang bersalah, dari pada memenjarakan orang yang tidak bersalah”.
Begitulah ketika sebuah prestise diharakan oleh seseorang atau lembaga, ketika ada suatu masalah yang melibatkanya mereka berusaha memutar balikan keadaan seolah-olah bahwa merekalah yang dizalimi. Makan tidak heran banyak sekali mafia-mafia hukum. Karena mereka sesungunhnya telah kehilangan akhlak terhadap sesama manusia. mereka hanya berfikir bagaimana mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tak peduli itu membuat orang lain susah dan tak peduli apakan cara yang ia pakai benar atau tidak.
3 . Akhlak terhadap lingkungan hidup.
Beberapa tahun ini Indonesia banyak mengalami berbagai bencana alam. Baik yang disebabkan oleh ulah manusia maupun yang bukan. Dalam sebuah film yang berjudul comet imac. Brendan Kelly seorang pakar astrofisika dalam film tersebut berkata “Kita tidak bisa memerangi alam, kita harus mentolerirnya”. Jadi tidak benar bahwa alam itu kejam mereka hanya melakukan apa yang menjadi sunatullah, justru manusia mampu memahami sunatullah tersebut. Bagaimana mungkin alam bisa memberikan hasil terbaiknya jika manusia sendiri tidak pernah memberikan akhlak terbaikanya untuk alam. berikut ini merupakan uraian bagaiman berakhalak terhadap lingkungan hidup khusunya terhadap tanah.
1. Perawatan
Tanah merupakan sesuatu yang urgen bagi manusia dari sanalah tumbuhan tumbuh, bahkan dalam surat shad ayat 71dikatakan bahwa dari tanahlah manusia diciptakan “(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”.”Merawat tidak diperlukan biaya yang malah, perawatan sebenarnya hanya memerlukan sebuah kesadaran manusia tidak hanya hidup sendiri ada mahluk-makhluk atau ciptakan Allah lainya yang juga memerlukan perhatian. Karena apa yang Allah sediakan di bumi sesungguhnya untuk menunjang kehidupan manusia. Manusia berkewajiban merawatnya dengan cara tidak membuang sampah arnoganik sembarangan sehingga kemudian zat-zat yang terkadung dalam sampah tersbut meracuni tanah sehingga mengurangi kadungan hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
2. Perlindungan
Perlidungan terhadap lingkungan hidup seharusnya terlaksana bukan karena adanya paksaan atau peraturan yang tidak mau memaksa manusia mematuhinya. Seharusnya perlidungan tersebut diberikan karena manusia sadar bahwa tidak ada yang mampu melindungi alam jika bukan mereka. Perlindungan tersebut dapat dilakukan dengan menghindari segala macam perilaku manusia yang mampu merusak fungsi tanah. Seperti membangun perumahan atau gedung disebuah lahan yang masih produktif.
3. Pemanfaatan
Dalam pemanfatan tanah diperlukan sebuah kesadaran untuk tidak serakah dalam memanfaatkanya. Kareka jika tanah dieksploitasi berlebih makan tidak mngkin akan terjadinya bencana, serti krisis lahan. Begitu banyak sekarang lahan-lahan yang masih produksif didirikan diatasnya sebuah perumaahan atau pabrik. Pemanfaatkan tersebut seharusnya dilakukan dengan melakukan perencanaan yang baik serta sesua dengan. Jika tanah tersebut masih bagus, lebih baik jangan dijjadikan hutan atau taman namun jika harus digunakan untu membangun perumahan atau semacamnya, buatlah dengan konsep yang tidak merusak lingkungan hidup.
Manusia Allah ciptakan dengan akal yang dinamis. Apa yang ada didunia seharusnya mampu dikembangkan funsinya oleh manusia termasuk Tanah. Pengembangan tersebut tentunya harus sesuai dengan porsinya dan tidak berlebihan agar pengembangan tersebut tidak menjadi sebuah bencana nantinya. Bukankah kedinamisan akal manusia seharusnya membuat alam semakin hari menjadi semakin baik bukan justru menjadi buruk.
4. Pelestarian
Ketika kita telah melakukan sebuah pemanfaatan tentunya harus dibarengi dengan pelestarian, agar fungsi tanah tersebut juga bisa tetap dirasakan oleh generasi-generasi kedepan. Intinya adlah bahwa pelestarian dapat dilakukan dengan cara memperlakukan alam sebagaimana ia seharusnya diperlakukan.
5. Penguatan kebijakan
Rasanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan masalah lingkungan hidup sudah tercantum jelas dalam UU atau peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah. Namun terkadang para eksekutor peraturan selalu berdalih bahwa peraturan terbatas. Padahal seharusnya UU tidak membatasi pemerintah untuk melakukan tugasnya. Seharusnya pemerintah mampu mengeksplor peraturan agar permasalahan-permasalah seputar lingkungan hidup dalam hal ini tanah mampu teratasi. Agar tidak hanya menajdi sebuah wajana untuk mengambil simpati rakyat dan kemuaidan.
Konsep-konsep bagaimana memperlakukan lingkungan hidup sebenarnya telah banyak disampaikan, namun permasahanya adalah kurang menyatunya konsep-konsep tersebut dengan diri manusia itu sendiri. Selain itu kurang tegasnya kebijakan-kebijakan yang ada juga menjadi pemicu sehingga menyebabkan masyarakat seolah tidak menganggap perusakan lingkungan hidup sebagai sebuah tindakan kriminal.
Walaupun kepedulian tersebut itu muncul itu hanya sebatas simpati dan bukan empati, yang kita lakukan terkadang hanya menyalahkan pihak tertentu dan tidak pernah berpikir bahwa kita sesungguhnya memiliki peran juga dalam melindungi alam. Aklah yang baik terhadap Alam(Lingkunag Hidup) menunjukan bahwa kita memiliki kesalehan Alam.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Akhlak adalah karakter (pembawaan, perangai) dan tabiat. Akhlak sebagaimana dikatakan ahlul ‘ilmi adalah bentuk batin manusia.
2. Ruang lingkup akhlak meliputi ;
a. Bentuk lahir.
b. Bentuk batin.
3. Adapun perbedaan antara akhlak, moral dan etika adalah akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari al Qur’an dan hadits , etika mempunyai basis pada pandangan akal manusia, sedangkan moral mempunyai basis pada hukum dalam suatu Negara.
4. Akhlak terhadap Allah dapat dilakukan dengan beribadah kepada Allah, berzikir kepada Allah, berdoa kepada Allah, tawakal kepada Allah dan tawaduk kepada Allah.
5. Akhlak kepada sesama manusia dapat dilakukan di antarannya tidak boleh mengambil hak orang lain secara bathil.
6. Akhlak kepada lingkungan hidup dapat kita lakukan dengan melakukan perawatan, perlindungan, pemanfaatan, dan pelestarian lingkungan hidup serta di dukung dengan penguatan kebijakan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004
Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988
http://grms.multiply.com/journal/item/26
http://bimbinganislami.wordpress.com/2010/06/27/pengertian-definisi-akhlak-akhlaq/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/hubungan-manusia-dengan-manusiamanusia-dengan-alam-dan-manusia-dengan-tuhannya/
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar